MALALAI POS, KERINCI – Dugaan penyalahgunaan Dana Desa di Desa Siulak Gedang, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci, kembali mencuat ke permukaan. Investigasi terhadap penggunaan anggaran tahun 2022 hingga 2024 menunjukkan adanya indikasi kuat praktik markup serta kegiatan fiktif yang merugikan masyarakat.
Iwan Efendi, aktivis sosial sekaligus Sekretaris Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, turut menyoroti temuan ini. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam mengawal transparansi penggunaan Dana Desa.
Tantangan Kades dan Respons Media
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi dan melakukan peninjauan langsung ke lapangan, Kepala Desa Siulak Gedang berinisial SB justru memberikan pernyataan kontroversial. “Ingin naikkan berita, silakan. Ingin melapor, silakan,” ujar SB dengan nada menantang.
Pernyataan tersebut menimbulkan kecaman dari kalangan jurnalis dan aktivis. “Alangkah ironisnya, seorang kepala desa yang seharusnya transparan justru bersikap menantang. Padahal, sebagai pengguna anggaran, beliau wajib mempertanggungjawabkan dana publik,” ujar Iwan Efendi.
Iwan juga menegaskan, pernyataan SB justru akan memperkuat dorongan untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum. “Jika memang beliau meminta untuk dilaporkan, maka kita akan penuhi itu. Mari kita kupas sampai tuntas demi kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Temuan Kejanggalan dalam Laporan Anggaran
Berikut rincian temuan dugaan penyimpangan anggaran Dana Desa dari tahun 2022 hingga 2024:
Tahun 2022:
Pengadaan alat produksi pertanian: 1 unit – Rp 108.580.000
Pelatihan pengelolaan BUMDes (10 peserta) – Rp 97.042.000
Bantuan keadaan mendesak (73 KK) – Rp 262.800.000
Total: Rp 655.526.000
Tahun 2023:
Pengadaan alat produksi pertanian: 1 unit – Rp 144.000.000
Penyertaan modal BUMDes – Rp 30.000.000
Rehabilitasi jalan desa (612 meter) – Rp 415.000.000
Bantuan keadaan mendesak (24 KK) – Rp 86.400.000
Total: Rp 831.581.000
Tahun 2024:
Pengadaan alat produksi pertanian: 1 unit – Rp 161.600.000
Dukungan pendidikan bagi siswa miskin/berprestasi (200 siswa) – Rp 30.750.000
Rehabilitasi jalan desa (120 meter) – Rp 53.910.000
Bantuan keadaan mendesak (27 KK) – Rp 56.700.000
Total: Rp 351.415.000
Salah satu sorotan utama adalah pengadaan alat produksi pertanian yang dianggarkan tiga tahun berturut-turut dengan total Rp 414.180.000. Namun, hingga kini keberadaan alat-alat tersebut masih menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat.
“Kita harus cari tahu, di mana alat itu sekarang? Kalau ada, mari kita cek. Kalau tidak, jelas ini anggaran fiktif,” ungkap Iwan.
Kegiatan Fiktif dan Dugaan Markup
Tak hanya itu, pelatihan pengelolaan BUMDes juga menjadi sorotan. Anggaran besar dikucurkan setiap tahun, namun hasilnya tidak tampak:
2022: Rp 97.042.000 untuk 10 peserta
2023: Rp 73.934.000 untuk 10 peserta
2024: Tidak ada laporan kegiatan, namun dana tetap terserap
Program pembinaan lembaga adat juga dipertanyakan, dengan anggaran Rp 10.610.000 per tahun tanpa bukti nyata kegiatan di lapangan.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
Jon Efendi, tokoh masyarakat dan aktivis, mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan audit menyeluruh.
“Kami tidak menuduh sembarangan. Fakta di lapangan harus diuji. Jika memang ada penyimpangan, hukum harus ditegakkan. Dana Desa adalah milik rakyat, bukan untuk dipakai semena-mena,” tegasnya.
Jon juga menyoroti peran Inspektorat Daerah yang dinilai lalai. “Bagaimana bisa semua ini lolos dari pengawasan inspektorat? Ada apa dengan kinerja mereka?” pungkasnya.
Masyarakat dan aktivis berharap pihak kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat turun tangan demi menegakkan keadilan dan mencegah praktik korupsi yang merugikan desa. (Tim)